note: makalah ini belum memakai sistim tinjauan pustaka dan vancouver
KOMUNIKASI
DAN EMPATI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Jln.
Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan teknologi sekarang ini
berkembang semakin pesat, salah satunya merupakan perkembangan dibidang biologi
dan ilmu kedokteran. Dalam ilmu kedokteran, terdapat kemampuan – kemampuan
dasar yang harus dikuasai oleh para dokter. Seorang dokter harus dapat
berhadapan, dan berkomunikasi dengan baik kepada pasien. Selain dari kemampuan
berkomunikasi, seorang dokter juga harus dapat membangun rasa empati terhadap
pasien yang sedang ditangani.
Penguasaan
dan penerapan komunikasi dan empati harus dikuasai oleh seorang dokter, karena
kedua hal tersebut salah satu kemampuan dasar untuk menentukan tindakan yang
harus diambil seorang dokter kepada pasien jika menghadapi suatu kasus.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan
masalah sesuai dengan kasus adalah bagaimana seorang dokter menerapkan cara
berkomunikasi dengan pasien dan juga menerapkan rasa empati dalam berhubungan
dengan pasien.
1.3 Tujuan penulisan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA dapat
memahami mengenai Komunikasi dan empati serta dapat menerapkannya, baik dalam
menangani pasien maupun kepada masyarakat sekitar.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Komunikasi
Sejak awal perkembangan,
para ahli dari berbagai disiplin ilmu telah turut memberikan sumbangan yang
besar terhadap ilmu komunikasi. Menurut Fisher (1986) ilmu komunikasi mencakup
semua dan bersifat elektif. Sifat elektif ilmu komunikasi digambarkan oleh
Wilbur Schramm (1963) sebgai jalan
simpang yang ramai, semua disiplin ilmu melintasinya. Athena du Pre (2005)
mengamati bahwa komunikasi sangatlah penting dalam proses penyembuhan pasien,
dalam kemampuan untuk menahan rasa sakit, dalam pengelolaan stress, dan dalam
memastikan bahwa para pasien benar – benar mengikuti nasihat – nasihat medis yang
diberikan.
1.
Pengertian Komunikasi
1.1 Menurut Berger dan Chaffe (1983) “Communication
science seeks to understand the production, processing and effect of symbol and
signal system by developing testable theories containing lawful generalization,
that explain phenomena associated with production, processing and effect.”
Definisi ini dapat diartikan Ilmu komunikasi itu mencari untuk memahami
mengenai suatu produksi, pemrosesan dan efek dari symbol serta system signal,
dengan mengembangkan pengujian teori – teori menurut hokum generalisasi guna
mejelaskan fenomena yang berhubungan dengan produksi, pemrosesan dan efeknya.
1.2 Menurut Ruesch (1957) komunikasi adalah proses yang
menghubungkan bagian – bagian terasing di dunia ini
1.3 Menurut Miller (1966) komunikasi adalah situasi
dimana sumber memberikan pesan kepada penerima dengan secara sadar bertujuan
mempengaruhi perlakuan penerima.
1.4 Menurut Gode (1959) komunikasi sebagai proses
mewujudkan persamaan diantara dua orang.
1.5 Menurut Hoben (1954) komunikasi adalah pertukaran
secara verbal suatu idea atau pandangan.
1.6 Menurut Berelson dan Steiner (1964) komunikasi
adalah proses
1.7 Menurut Forsdale (1981) “communication is the process by
which a system is established, maintained and altered by means of shared
signals that operate according to rules”. Komunikasi adalah suatu proses dimana
suatu sistem dibentuk, dipelihara, dan diubah dengan tujuan bahwa sinyal-sinyal
yang dikirimkan dan diterima dilakukan sesuai dengan aturan.
1.8 Menurut Devito (1997) komunikasi terjadi diantara dua orang
yang memiliki hubungan mapan
2.
Jenis
Komunikasi
2.1
Komunikasi
verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi menggunakan kata-kata maupun berupa
tulisan.
Komunikasi Verbal mencakup aspek-aspek berupa ;
2.1.1
Vocabulary
Komunikasi tidak akan efektif
bila pesan disampaikan dengan kata-kata yang tidak dimengerti, karena itu olah
kata menjadi penting dalam berkomunikasi.
2.1.2
Speed
Komunikasi akan lebih efektif dan sukses bila kecepatan bicara
dapat diatur dengan baik, tidak terlalu cepat atau terlalu lambat.
2.1.3
Intonasi suara
Akan mempengaruhi arti
pesan secara dramatik sehingga pesan akan menjadi lain artinya bila
diucapkan dengan intonasi suara yang berbeda. Intonasi suara yang tidak
proposional merupakan hambatan dalam berkomunikasi.
2.1.4
Humor
Dapat meningkatkan kehidupan
yang bahagia. Dugan (1989), memberikan catatan bahwa dengan tertawa dapat
membantu menghilangkan stress dan nyeri. Tertawa mempunyai hubungan fisik
dan psikis dan harus diingat bahwa humor adalah merupakan satu-satunya selingan
dalam berkomunikasi.
2.1.5
Singkat dan jelas
Komunikasi akan efektif
bila disampaikan secara singkat dan jelas, langsung pada pokok permasalahannya
sehingga lebih mudah dimengerti.
2.1.6
Timing
Berkomunikasi akan berarti
bila seseorang bersedia untuk berkomunikasi, artinya dapat menyediakan
waktu untuk mendengar atau memperhatikan apa yang disampaikan.
2.2 Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non verbal adalah penyampaian pesan tanpa kata-kata.
Yang termasuk komunikasi non verbal :
2.2.1
Ekspresi
wajah
Wajah merupakan sumber yang kaya
dengan komunikasi, karena ekspresi wajah cerminan suasana emosi seseorang.
2.2.2
Kontak mata
Merupakan sinyal alamiah untuk berkomunikasi. Dengan mengadakan kontak
mata selama berinterakasi atau tanya jawab berarti orang tersebut terlibat
dan menghargai lawan bicaranya dengan kemauan untuk memperhatikan bukan
sekedar mendengarkan. Melalui kontak mata juga memberikan kesempatan pada
orang lain untuk mengobservasi yang lainnya
2.2.3 Sentuhan
Bentuk komunikasi personal mengingat sentuhan lebih bersifat
spontan dari pada komunikasi verbal. Beberapa pesan seperti perhatian
yang sungguh-sungguh, dukungan emosional, kasih sayang atau simpati dapat
dilakukan melalui sentuhan.
2.2.4 Postur tubuh dan gaya berjalan
Cara seseorang berjalan, duduk, berdiri dan bergerak memperlihatkan
ekspresi dirinya. Postur tubuh dan gaya berjalan merefleksikan emosi, konsep
diri, dan tingkat kesehatannya.
2.2.5 Sound (Suara)
Rintihan, menarik nafas panjang, tangisan juga salah satu ungkapan
perasaan dan pikiran seseorang yang dapat dijadikan komunikasi.
Bila dikombinasikan dengan semua bentuk komunikasi non verbal
lainnya sampai desis atau suara dapat menjadi pesan yang
sangat jelas.
2.2.6 Gerak isyarat
Menggunakan isyarat sebagai bagian total dari komunikasi seperti
mengetuk-ngetukan kaki atau mengerakkan tangan selama berbicara
menunjukkan seseorang dalam keadaan stress bingung atau sebagai
upaya untuk menghilangkan stress
Komunikasi sering
mengalami gangguan sehingga proses komunikasi tidak seperti yang
diharapkan. Banyak hal yang dapat mempengaruhi komunikasi diantaranya
:
Interpretasi suatu pesan akan terbentuk dari pola
pikir seseorang melalui kebiasaannya, sehingga semakin sama latar belakang budaya antara komunikator dengan komunikan maka komunikasi semakin
efektif.
3.2 Nilai –
Nilai
3.3 Harapan
3.4 Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan akan semakin kompleks sudut
pandang dalam menyikapi isi pesan yang disampaikan.
3.5 Situasi
Perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan/situasi. Faktor situasi ini adalah: 6
3.5.1
Faktor ekoligis (iklim atau kondisi alam)
3.5.2
Faktor rancangan
dan arsitektural (penaataan ruang).
3.5.5
Teknologi.
3.5.6
Faktor sosial,
mencakup sistem peran, struktur sosial dan karakteristik sosial individu.
3.5.7
Lingkungan psikososial
yaitu persepsi seseorang terhadap lingkungannya.
3.5.8
Stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku.
4. Hambatan Komunikasi
4.1 Fisik (Physical)
Hambatan komunikasi
semacam ini berasal dari hambatan waktu, lingkungan, kebutuhan diri, dan juga
media fisik.
4.2 Budaya (Cultural)
Hambatan ini berasal
dari etnik yang berbeda, agama, dan juga perbedaan sosial yang ada antara
budaya yang satu dengan yang lainnya.
4.3 Persepsi (Perceptual)
Jenis hambatan ini
muncul dikarenakan setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai
suatu hal. Sehingga untuk mengartikan sesuatu setiap budaya akan mempunyai
pemikiran yang berbeda-beda.
4.4 Motivasi (Motivational)
Hambatan semacam ini
berkaitan dengan tingkat motivasi dari pendengar, maksudnya adalah apakah
pendengar yang menerima pesan ingin menerima pesan tersebut atau apakah
pendengar tersebut sedang malas dan tidak punya motivasi sehingga dapat menjadi
hambatan komunikasi.
4.5 Pengalaman (Experiantial)
Experiental adalah
jenis hambatan yang terjadi karena setiap individu tidak memiliki pengalaman
hidup yang sama sehingga setiap individu mempunyai persepsi dan juga konsep yang
berbeda-beda dalam melihat sesuatu.
4.6 Emosi (Emotional)
Hal ini berkaitan
dengan emosi atau perasaan pribadi dari pendengar. Apabila emosi pendengar
sedang buruk maka hambatan komunikasi yang terjadi akan semakin besar dan sulit
untuk dilalui.
4.7 Bahasa (Linguistic)
Hambatan komunikasi
yang berikut ini terjadi apabila pengirim pesan (sender)dan penerima pesan
(receiver) menggunakan bahasa yang berbeda atau penggunaan kata-kata yang tidak
dimengerti oleh penerima pesan.
4.8 Nonverbal
Hambatan nonverbal
adalah hambatan komunikasi yang tidak berbentuk kata-kata tetapi berupa
perilaku atau sikap yang dilakukan saat berkomunikasi dapat menjadi hambatan
komunikasi.
4.9 Kompetisi (Competition)
Hambatan semacam ini
muncul apabila penerima pesan sedang melakukan kegiatan lain sambil
mendengarkan.
B.
EMPATI
1.
Pengertian
Empati
Empati mempunyai hubungan dengan komunikasi, karena
empati dapat dibangun dari komunikasi yang efektif.
Empati
adalah keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi
dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau
kelompok lain (KBBI:2002)
Empati
merupakan tindakan untuk menerima orang lain sebagaimana adanya, maka dari itu
dasar empati adalah kasih sayang yang bersifat tanpa pamrih terhadap sesama
manusia
2.
Tingkat
Empati
Terdapat 6 tingkat dalam melakukan tindakan empati
terhadap pasien, antara lain :
Level 0 :
dokter menolak sudut pandang pasien
Level 1 :
dokter mengenal secara sambil lalu
Level 2 :
dokter mengenal sudut pandang pasien secara implisit
Level 3 :
dokter menghargai pendapat pasien
Level 4 :
dokter mengkonfirmasi kepada pasien
Level 5 :
dokter berbagi perasaan dan pengalaman dengan pasien
BAB III
PEMBAHASAN
1. Skenario
Seorang
ibu sedang kebingungan di depan kamar operasi karena anaknya sedang menjalani
operasi karena kecelakaan lalu lintas. Saat si dokter bedah keluar, si ibu
bergegas menghampirinya dan bertanya tentang keadaan anaknya. Si dokter bedah
menerangkan tentang operasi yang dijalani dengan bahasa kedokteran yang tidak
dimengerti si ibu.
2. Komunikasi
Sesuai
dengan scenario dan penjelasan terhadap aspek serta penghambat dalam
berkomunikasi, dapat diketahui bahwa si dokter bedah dan ibu pasien sedang
melakukan komunikasi verbal, atau dengan kata – kata. Pada komunikasi
verbal, terdapat aspek – aspek yang ada, dan salah satunya adalah Vocabulary
atau pengolahan kata – kata yang akan dipakai saat berkomunikasi. Komunikasi tidak akan efektif bila pesan disampaikan dengan kata-kata
yang tidak dimengerti, karena itu olah kata menjadi penting dalam
berkomunikasi.
Dan juga pada berkomunikasi,
terdapat beberapa factor yang dapat menghambat terjadinya penyampaian informasi
dari pengirim ke penerima dan sebaliknya. Jika disesuaikan dengan skenario,
maka penghambat komunikasinya adalah
·
Bahasa (Linguistic)
Hambatan
komunikasi yang berikut ini terjadi apabila pengirim pesan (sender)dan penerima
pesan (receiver) menggunakan bahasa yang berbeda atau penggunaan kata-kata yang
tidak dimengerti oleh penerima pesan.
·
Pendidikan (Education)
Semakin tinggi pendidikan akan
semakin kompleks sudut pandang dalam menyikapi isi pesan yang
disampaikan.
Secara
keseluruhan, berdasarkan teori maka si dokter bedah ini sebenarnya dapat
menjelaskan dengan bahasa umum yang dapat dimengerti si ibu pasien. tetapi
dokter tersebut memunculkan hambatan – hambatan pada berkomunikasi, yaitu
karena factor bahasa dan juga karena factor pendidikan.
Pada
hambatan pertama, dapat dilihat bahwa dokter tersebut menggunakan bahasa yang
berbeda. Perbedaan bahasa akan menyebabkan komunikasi menjadi tidak efektif dan
dapat cenderung menjadi komunikasi satu arah.
Factor
kedua yaitu pendidikan si dokter bedah. Semakin tinggi pendidikan, maka semakin
kompleks sudut pandang seseorang. Dapat diasumsikan, si dokter bedah
beranggapan bahwa ibu pasien tersebut juga dapat mengerti apa yang dibicarakan
si dokter, maka dari itu si dokter bedah menjelaskannya dengan bahasa
kedokteran.
3. Empati
Empati merupakan upaya dan kemampuan untuk
mengerti, menghayati dan menempatkan diri seseorang di tempat orang lain untuk
menerima orang lain sebagaimana adanya. Empati dapat dibentuk jika adanya
komunikasi yang efektif.
Pada kasus ini, si dokter bedah menunjukan sikap empatinya melalui
tindakan dia untuk menjawab pertanyaan ibu pasien. Tetapi empati tersebut tidak
sepenuhnya dilakukan oleh si dokter karena dokter tersebut tidak memperdulikan
si ibu pasien yang tidak mengerti dengan penjelasan si dokter bedah. Jadi dapat
dilihat bahwa sudah tercipta komunikasi dan tetapi tidak ada rasa
saling pengertian yang baik dari dokter kepada si ibu pasiennya.
BAB IV
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dari hasil pembahasan skenario
E, tindakan yang ditunjukan dokter bedah tersebut kepada ibu
pasien, disebabkan oleh karena ketidakmampuan sang dokter dalam berkomunikasi
secara efektif dan juga menunjukkan rasa empatinya.
Dapat disimpulkan bahwa sudah tercipta komunikasi dua
arah antara dokter dan ibu pasien, meskipun tidak efektif. Dan dalam berempati, dokter tersebut tidak
menunjukkan rasa empati yang menyeluruh karena tidak ada rasa saling
pengertian yang baik dari dokter kepada si ibu pasiennya.
2.
Saran
Yang harus dilakukan dokter bedah terhadap ibu
pasiennya adalah menciptakan suasana komunikasi yang efektif dengan cara
mengerti bahwa ibu pasien tersebut tidak mengerti apa yang dijelaskan si dokter
bedah baik melalui isyarat, gerak gerik maupun raut wajah. Dengan adanya
komunikasi efektif maka dapat tercipta empati.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Andri, Dan H, dkk. Komunikasi dan Empati. Bahan kuliah. Jakarta : FK UKRIDA ; 2013
2.
LIPI. 2007. Komunika.
Jakarta:LIPI
3.
Prigunanto, Ilham. 2004. Praktik Ilmu Komunikasi. Jakarta: Teraju
4.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi III. Jakarta: Balai Pustaka.
2002
5.
Wade, C. Tavris. Psikologi . Ed. 2. Jakarta:
Erlangga. 2008. hal. 194-204.
6.
West, Richard., Lynn HT. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi. Ed.3. Jakarta :
Salemba Humanika.
7.
Wiryanto. 2004. Pengantar
Ilmu Komunikasi. Jakarta : Grasindo. Hal 2 – 7.
8.
Wok, Saodah., Narimah Ismail, M. Yusuf Husain.
2003. Teori – Teori Komunikasi. Kuala
Lumpur : Zafar Sdn. Bhd. Hal 5 – 7.
0 comments:
Post a Comment